Tentang konsep bermukim dari Christian Norbergs
Proses bertempat tinggal atau bermukim adalah proses keterkaitan manusia dengan lingkungannya, dimana bermukim atau menghuni adalah kegiatan berpijak dimana manusia dapat mengorientasikan dirinya sendirinya, dapat mengidentifikasikan dirinya dengan lingkungan, dimana tempat (locus) menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar naungan (shelter) dan dimana hal ini dipadukan. Bermukim menghadirkan kegiatan arsitektur yang berwawasang tehadap alam dimana tapak berada, dari proses kegiatan bermukin dapat dilihat proses keterkaitan sari masa lalu hingga masa kini dalam sebuah tapak.
Suatu tempat di mana manusia dapat mengorientasikan dirinya, dimana ia dapat mengidentifkasikan dirinya bersama dengan lingkungan. Kita mungkin membagi cara menghuni menjadi kolektif, umum dan privat. Kata menghuni bagaimanapun juga meliputi tempat yang diciptakan seseorang untuk mengatur cara dalam setiap karyanya. Tempat tinggal dengan ruang urban selalu memiliki tahap di mana hunian kolektif telah ditetapkan. Lembaga maupun bangunan publik merupakan pengejawantahan dan perwujudan dari proses hunian umum. Dan rumah tinggal telah menjadi tempat pengasingkan diri pribadi dimana setiap individu dapat melakukan hal yang pantas, patut dan sebaik-baiknya. Bersama-sama dalam perkampungan, ruang perkotaan, lembaga-lembaga dan rumah tinggal yang mendasar adalah sebuah suatu lingkungan (environment). Orientasi berhubungan secara langsung dengan 3 hal atau elemen dari ruang eksistensial yakni pusat (centers), jalan (paths), dan lingkup (domains). Tugas seorang designer adalah menjadi penerjemah kedalam bentuk bentuk fisik dalam cara memproduksi gambaran lingkungan seperti memfasilitasi proses dari merasakan orientasi.
Penulis membagi 4 cara dari hunian yang terkait pada skala, level dari pengembangan dan bagaimana interaksi kolektif dan individual terjadi di dalamnya. Keempatnya adalah hunian alam, hunian kolektif, hunian umum dan hunian pribadi. Untuk tujuan ini, 2 hal terakhir adalah hal yang paling signifikan. Hunian publik terjadi di dalam suatu komunitas yang saling berbagi nilai-nilai dan kepercayaan bersama. Dalam faktanya kadang mengambil tempat di bangunan umum. Hunian privat merujuk pada jenis hunian pribadi dan personal yang dibutuhkan untuk mengembangkan identitas perseorangan. Hal ini ditemukan dalam kebanyakan ekspresi di dalam rumah.
Ketika manusia mencari tempat tinggal / hunian, mereka cenderung melihat kondisi alam seperti topografi dan lokasi yang strategis dimana mereka bisa hidup berkelompok dengan sesamanya. Potensi alam seperti pegunungan , tepi sungai, danau, laut merupakan tempat perkembangan peradabanTipologi bangunan pun diambil dari kondisi alam sekitar seperti minaret sebagai transformasi bentuk dari gunung.
Kota adalah suatu titik pertemuan berbagai individual yang di dalamnya adalah dimensi eksistensial sebuah kota. Hidup dan Tempat adalah tidak terpisahkan, dan tujuan dari sebuah kota adalah bagaimana dua hal tersebut terjadi dalam sebuah pertemuan (meeting). Pertemuan dan pilihan juga terkait dengan fungsi secara umum dari orientasi dan identifikasi. Pertemuan sebagai aksi orientasi, di dimana terdapat pilihan di dalamnya yang menyatakan identifikasi. Ruang kota terbentuk dari bentuk bangunan yang ada di dalamnya, dimana bentuk tersebut menciptakan local character, pengalaman keberlanjutan (continuity) , dan varietas terasa. Contoh nyata terbentuknya ruang kota ada dalam ruang jalan. Morfologi ruang kota melingkupi façade, dinding sebagai pembatas, finishing lantai pada ruang jalan, urban ceiling berupa langit dan skyline / garis batas atas antar bangunan, persimpangan jalan, square. Ruang kota harus memiliki karakter enclosed, atau terasa menjadi satu kesatuan tersendiri. Kesatuan ini terasa dalam figur spatial, figur yang mudah dikenali dan memiiki identitas yang jelas. Figur spatial tergantung pada bentuk dan ukuran masing masing unit.
Mulai hilangnya sense of place ruang kota saat ini , terpengaruh oleh kemajuan jaman global tidak selalu seiring dengan muncul atau bertahannya sebuah place. Para ahli sedang melakukan studi pada kota-kota lama, bagaimana ruang jalan dan square , dalam prinsip morfologi, topologi, dan typologi nya untuk meraih kembali sense of place tersebut. Spirit lokal suatu tempat harus dimengerti dan dipertahankan.
Bangunan merupakan visualisai dari pemikiran dan tatanan sebuah lingkungan, didalam lingkungan menetap (komunitas) kita akan menemukan bangunan yang menampilkan nilai-nilai dan ciri khas dari lingkungan tersebut. Hal ini karena dalam menetap, suatu ketetapan, cara pandang, tatanan sosial dan keteraturan akan terbentuk, baik berdasarkan kesepakatan bersama atau secara alami. Hal-hal tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan termanifestasi dalam suatu bangunan sebagai elemen-elemen pembentuk.
Tatanan dalam suatu lingkungan dapat terwakili secara visual oleh bangunan publik atau bangunan bersama yang biasanya tempat komunitas tersebut berkumpul. Dalam suatu masyarakat ruang publik merupakan “imago mundi” atau gambaran ideal terhadap dunia (image of the world). Pemikiran-pemikiran seperti agama, strata sosial kehidupan dan lingkungan sekitar serta cara pandang terhadap dunia yang berbeda-beda merpakan hal-hal yang membuat elemen-elemen pembentuk bangunan pada tiap lingkungan sosial berbeda-beda. Hal tersebut dapat jelas terlihat pada bangunan-bangunan publik terutama yang memiliki peran sakral atau religius dimana interpretasi keyakinan digambrkan dalam konsep morfologi, topologi dan tipologi bangunan.
Bangunan publik merupakan objek idetifikasi orang terhadap lingkungannya sehingga berfungsi juga sebagai landmark. Meskipun demikian kuatnya hubungan bangunan terhadap lingkungan tergantung dari genius loci dan elemen-elemen lain yang menguatkan hubungan bangunan terhadap lingkungan sekitar. Pengaruh arsitektur modern mengambil situasi atau kepentingan individu sebagai titik mulai daripada persetujuan bersama. Tujuan simbolik di masa lalu menghilang, digantikan dengan tujuan fungsional dimana “form follow function “ menjadi tujuan utama. Hal ini mengakibatkan bangunan kehilangan makna, komunitas sosial kehilangan landmark serta masalah-masalah lain.
Rumah adalah lingkup ruang komunitas terkecil yang mencerminkan budaya penghuninya, suatu keadaan social dapat mempengaruhi dari tatanan rumah yang dibangun. Dikarenakan adanya pembedaan dari fungsi rumah menurut kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, tujuan dari rumah sendiri menghasilkan suatu pattern lebih kompleks dari pada bangunan publik. Tiga principal dasar yang dari organisasi ruang bisa di nyatakan sebagai solusi. Centralized and axial plans yang sering digunakan pada design berbagai macam bangunan. Clustering plan juga merupakan solusi tetapi bisa disebut kurang efektif. Dan sekarang di era modern konsep dari rumah dipertanyakan kembali. Karena kita kembali kepada konsep rumah sebagai house yang tidak memiliki karakteristik penghuninya melainkan hanya berfungsi sebagai suatu bangunan yang dingin tempat berteduh. Isu-isu ini telah di bahas dan di berikan solusi walau tetap dapat dikatakan tidak memenuhi kebutuhan dari sebagai tempat tinggal bagi manusia.
Saya sangat berpendapat dengan buku ini bahwa seharusnya nilai-nilai Genius Loci ditimbulkan dalam setiap aspek perancangan lingkungan binaan baik secara kolektif atau pun private, sebab alam dan lingkungan adalah sebaik-baiknya aturan yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam proses berkehidupan yang berkesinambungan. Setiap komunitas harus memiliki landmark yang mencreminkan budaya mereka, maka disitu akan terjadi keragaman morfologi, topologi dan typology arsitektur pada segenap duniawi.
Konsep bermukim ini sangat cocok dengan teori Genius Loci atau Jiwa Tempat atau Spirit of the Place. Arsitektur tidak terlepas dari tempat yang bermula dari ruang. Manusia menempati ‘ruang’ (Space), ruang-ruang dimana terjadi kehidupan akan berubah menjadi ‘tempat’ (Place). Setiap tempat berbeda dengan tempat lainnya. Kegiatan manusia dalam berkehidupan dalam sebuah tempat membentuk karakter, identitas, sehingga dapat dikatakan setiap tempat memiliki keunikan, memiliki jiwa. Interaksi antara manusia dengan tempat hidupnya memberikan pengaruh timbal balik terhadap karakter tempat tersebut, sehingga tempat itu menjadi bermakna (meaningful Place). Pembahasan tentang Jiwa Tempat atau Spirit of Place mencakup pembahasan tentang Pengertian Jiwa Tempat, Perbedaan Ruang (Space) dan Tempat (Place), Tempat yang bermakna (Meaningful Place), dan Kearifan Lokal.
Seharusnya konsep bermukim ini menjadi patokan para stake holder dalam mengambil keputusan dalam mengembangkan suatu kawasan baru atau pun intervensi terhadap kawasan lama, sehingga setiap ruang kota, ruang komunal, dan ruang-ruang publik lannya selalu memiliki jiwa yang berbeda yang mencerminkan keagungan budaya, geografis, iklim dan konteks masyarakat setempat. Sehingga setiap penjuru ruang kota akan memberikan makna dan kesan tersendiri, tidak terjadi universalisasi dan standarilisasi yang selalu sama dan monoton.