Blog

Jalan Riau Bandung dalam paradigma Arsitektur Makna

Arsitektur sebagai sebuah hasil dari peradaban dan kebudayaan manusia seperti halnya pola kehidupan masyarakat itu sendiri dapat kita pelajari sebagai sebuah objek fisik yang menceritakan dirinya sendiri. Sebagai sebuah produk kebudayaan yang dihasilkan dari dunia berfikir dan pengalaman manusianya, arsitektur seharusnya menampilkan jatidirinya yang mewakili fungsi dirinya secara utuh.

Arsitektur sebagai sebuah alat komunikasi atau bahasa, memiliki struktur ungkapan yang tersusun dalam bentuk tiga dimensi yang dapat kita pelajari melalui panca indera yang kemudian kita pahami melalui referensi alam dan manusia. Elemen – elemen bangunan dalam arsitektur menjadi sebuah media komunikasi yang menerangkan ekspresinya. Kemudian ekspresi – ekspresi ini akan tersusun menjadi sebuah komposisi pemahaman secara utuh layaknya sebuah struktur linguistik.

Studi kasus adalah merupakan sebuah kawasan yang berada di sepanjang jalan Riau atau sekarang bernama jalan RE. Martadinata, Bandung. Lokasi studi berada diantara perpotongan jalan Riau dengan jalan Merdeka sampai dengan dengan perpotongan dengan jalan Banda. Kawasan sebagai sebuah objek arsitektur sangat menarik untuk diteliti karena banyak memiliki keragaman elemen ruang yang saling bercerita dan memaknai dirinya sendiri secara bebas.

Kawasan jalan Riau yang tersusun atas bangunan – bangunan komersil ini terbentuk begitu saja tanpa adanya dorongan dan kebijakan khusus dari stake holder sehingga terbentuk sebuah kawasan wisata belanja yang unik dan beragam. Arsitektur sepanjang jalan Riau ini dahulunya adalah merupakan perumahan dengan arsitektur bergaya Indis peninggalan kolonial Belanda dan hingga masa kemerdekaan digunakan sebagai tempat tinggal dan perkantoran TNI Angkatan Darat. Namun saat ini suasana kawasan tersebut telah berubah dengan relatif cepat, bangunan – bangunanan tersebut telah berubah fungsi menjadi bangunan komersil dengan bentuk yang telah menyesuaikan dengan fungsinya.

Proses perubahan fungsi dan bentuk kawasan ini menimbulkan sebuah citra tempat yang baru karena perubahan – perubahan bentuk setiap elemen ruang kawasan tersebut telah meninggalkan ekspresi lama sebagai sebuah kawasan pemukiman arstiktektur indis yang asri menjadi ekspresi lain yang cenderung lebih mengalami degradasi dalam pandangan arsitektur.

Dari fenomena diatas, tulisan ini akan menerangkan secara interpretasi deskriptif terhadap perbuahan ekspresi kawasan tersebut melaui teori – teori linguistik arsitektur yang telah disampaikan dalam masa perkuliahan Teori Makna Arsitektur. Kawasan sebagai sebuah objek arsitketur akan dipecah menjadi beberapa elemen bentuk sebagai sebuah  ekspresi dan komposisi elemen tersebut menjadi sebuah pesan makna.

 

MATERIALS AND METHODS

            Saat ini Kota Bandung menjadi tujuan wisata di akhir minggu, terlebih setelah dibangunnya jalan tol Cipularang. Wisatawan yang datang ke Bandung biasanya bertujuan untuk mencari tempat – tempat makan dan belanja yang unik dan bercitarasa lain. Salah satu destinasi wisata di Kota Bandung adalah kawasan Jalan Riau yang dijejali oleh beragam factory outlet dan restoran.

Factory outlet dan restoran yang bertebaran di kawasan Jalan Riau menjadi magnet bagi warga Jakarta yang berwisata ke Bandung untuk berbelanja dengan harga murah dan kualitas yang baik (Mulyadin, 2015). Jalan Riau saat ini sudah menjadi sebuah kawasan wisata belanja yang unik dengan beragam bangunan pertokoan dan restoran yang seolah ingin berbicara dan menonjolkan  karakternya masing – masing.

Akibat demand yang besar, banyak kawasan di kota Bandung yang telah mengalami pergeseran fungsi dan bentuk, ada yang tertata dengan baik, tetapi lebih banyak tidak tertata dengan baik, salah satunya yaitu pada kawasan jalan Riau ini. Pergeseran fungsi pada bangunan – bangunan sepanjang jalan ini menimbulkan efek berantai seperti perubahan bentuk bangunan dan penataan pedestrian jalan, lampu jalan, dan lainnya. Fenomena yang terjadi ini berlangsung secara relatif cepat, perkembangan dari area pumikiman bergaya kolonial menjadi area pertokoan dan restoran.

factory outlet Bandung

factory outlet Bandung

Salah satu toko factory outlet di Jalan Riau

 

Gambar diatas adalah salah satu toko di kawasan jalan Riau, secara selintas dapat terbaca komunikasi yang disampaikan oleh bangunan tersebut dengan papan – papan reklame yang cukup besar sehingga bentuk bangunan itu sendiri tidak berkuasa untuk menyampaikan ekpresinya. Jika kita amati bangunan tersebut dapat masih terbaca sebagai sebuah bangunan ruma tinggal yang telah dipoles sana – sani untuk menyesuaikna dengan fungsi barunya sebagai bangunan retail.

Peta Jalan Riouwstraat

Peta Jalan Riouwstraat

Peta Jalan Riau atau RE. Martadinata

Jalan Riau atau RE. Martadinata terletak di pusat kota Bandung, tepatnya berada di Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan. Jalan ini di mulai dari ujung sebaelah barat dengan Jalan Wastukencana dan ujung sebelah timur dengan Jalan Ahmad Yani, dengan  ruas jalan sepanjang 3 KM. Pembatasan kawasan studi kasus yang diambil adalah mulai perempatan Jalan Trunojoya – Pulau Seram pada bagian barat dan perempatan Jalan Banda –Citarum pada bagian timur, sepanjang 1,3 KM.

Pembatasan area kawasan studi kasus diatas diambil berdasarkan pengamatan dilapangan, dimana pada area tersebut merupakan kawasan yang paling ramai dengan bangunan – banguan komersil baru, selain itu area tersebut banyak memiliki kergaman bentuk arsitektur yang sangat menarik untuk dibahas.

Setiap bangunan pasti akan berkomunikasi dengan pengamat lewat ekspresinya, dengan demikian kesadaran arsitek untuk menempelkan pesan pada ekspresi bangunan menjadi penting (Salura, 2010). Perubahan fungsi dan bentuk kawasan ini menjadi fenomena menarik untuk dikaji, dalam tulisan ini akan dikaitkan dengan pemahaman dan pemaknaan sebuah tempat dalam keilmuan arsitketur. Bagaiman sebuah fungsi dan bentuk kawasan yang berubah akan mempengaruhi interpretasi kita terhadap makna kawasan tempat tersebut. Bangunan sepanjang jalan Riau, pedestrian, lampu jalan, ruang terbuka hijau, dan jalan raya akan menjadi elemen studi kasus dan menjadi sebuah elemen dalah struktur linguistik arsitektur. Elemen – elemen ini kemudian diinterpretasi setiap ekspresinya dan dikomposisikan menjadi kesatuan struktur makna.

Dalam memahami sebuah ekspresi karya arsitektur, pengamat sejatinya tidak mungkin terlepas dari referensi alam, manusia, dan wawasan yang telah dia miliki sebelumnya. Ekspresi pengamat terhadap sebuah objek arsitektur biasanya bersifat universal, tetapi untuk dapat memahami maknanya secara utuh kadang diperlukan ideologi yang sama antar pengamat dan penciptanya agar terbentuk makna sama.

Studi kasus akan dikaji berdasarkan materi perkuliahan Teori Makna Arsitektur yang telah disampaikan sebelumnya tentang Architecture Language. Pembahasan ini mengkaji objek studi melalui kerangka komunikasi berupa:

  1. Who, siapa yang bertanggung jawab terhadap perancangan objek arsitektur tersebut.
  2. Say What, bagaimana objek tersebut berbicara tentang tema dan fungsinya.
  3. In Which Chanel, bagaimana objek tersebut berbica melalui elemen – elemen bangunannya, space and enclosure.
  4. To Whom, kepada siapa objek tersebut mencoba berkomunikasi
  5. Refer to What, referensi alam dan budaya yang mempengaruhi interpretasi objek
  6. In Which Rules, Dalam tatanan struktur apa elemen tersebut membentuk sebuah ekspresi menjadi kesatuan makna.

Keenam kerangka komunikasi ini akan membentuk sebuah pemahaman tentang hubungan antara IDEAS – MEDIUM – EXPRESSION, ketiga unsur ini akan menerangkan secara berturut – turut tentang FUNCTION – FORM – MEANING.

Schleiermacher berpendirian bahwa untuk memahami suatu teks kita harus menempatkanya di dalam konteks kehidupan penulisnya, dan konteks kehidupan itu terdiri atas masyarakat, kebudayaan dan sejarah (Hardiman, 2015). Maka jika kita analogi arsitektur sebagai sebuah struktur bahasa yang didalamnya terdapat elemen – elemen ekspresi, untuk memahami arsitektur kawasan pada studi kasus kita harus melibatkan konteks kehidupan masyarakatnya, kebudayaan dan sejarahnya.

 

 

 

RESULT AND DISCUSSION

 

            Di dalam penelitian desain setidaknya ada empat kategori objek yang saling berkaitan satu sama lainnya: artefak (benda, produk, sarana, prasarana, fasilitas, alat, mesin), manusia (pikiran, perasaan, mental, kesadaran, ketaksadaran, pengalaman, emosi), konsep (symbol, tanda, nilai, makna), dan lingkungan (Walker, 1989). Empat kategori diatas menjadi titik berangkat untuk menguraikan pembahasan tulisan ini secara terperinci dan fokus.

 

1. Kawasan Jalan Riau Sebagai Sebuah Objek Arsitektur

Jalan Riau merupakan jalan yang memiliki beberapa bangunan heritage peninggalan masa kolonila Belanda, saat ini sudah memiliki fungsi baru sebagai sebuah kawasan bangunan retail dan restoran. Objek penelitan berada di sepanjang jalan Riau atau sekarang dikenal dengan jalan RE. Martadinata, pembatasan area penelitian dimulai antara perempatan Jalan Trunojoya – Seram dan Jalan Perempatan Jalan Banda – Seram sepanjang 1,3 KM.

Kevin Lynch menyatakan bahwa konten image sebuah kota itu mengcu pada referensi – referensi objek fisik yang diklasifikasikan kedalam 5 elemen, yaitu : Paths, Edges, District, Nodes, dan Landmark (Lynch, 1960). Kawasan sebagai sebuah objek arsitektur memiliki elemen – elemen ruang yang membentuknya, tetapi elemen- elemen tersebut menjadi lebih sederhana dari kelima elemen image sebuah kota yang diutarakan diatas.

Tulisan ini dengan keterbatasan waktu dan literatur akan menerangkan elemen – elemen kawasan tersebut (berdasar atas teori Lynch diatas) kedalam bentuk yang lebih sederhana untuk dapat dijelaskan dan kemudian dapat diketahui dari ekspresi pada setiap elemen tersebut. Adapun klasifikasi elemen ruang kawasan itu sendiri adalah : Bangunan, Jalan,  dan Ruang Terbuka Hijau.

Elemen – elemen ruang inilah yang membentuk kawasan tersebut menjadi sebuah kesatuan struktur yang akan dimaknai secara utuh oleh observernya. Gedung akan berbicara tentang fungsinya, Jalan akan berbicara tentang fungsinya mendukung suasana kawasan, dan ruang terbuka hijau akan mengungkapkan seberapa padatkah kawasan tersebut oleh hiruk – pikuknya gedung yang berada disekitarnya.

 

2. Ekspresi Elemen Kawasan Jalan Riau Sebagai Sebuah Tanda

            Sebagai sebuah elemen dalam struktur kalimat, arsitektur mengkomunikasikan dirinya untuk dapat kita pahami kemudian kita maknai sebagai sebuah ungkapan yang utuh tentang dirinya sendiri. Seperti dalam sebuah struktur kalimat dimana susunan kata – kata akan menjelaskan ekspresi tentang dirinya yang kemudian dikaitkan dengan ekspresi dari kata –kata lain yang membentuk kalimat tersebut menjadi sebuah ungkapan yang dapat di pahami dan dimaknai, begitu pun arsitektur, elemen – elemenya menjadi sebuah kata atau tanda yang menjelaskan ekspresi dirinya.

Tanda tidak berada di ruang kosong, tetapi bisa eksis bila ada komunitas bahasa yang menggunakanya. Budaya dalam hal ini dapat dilihat sebagai bangunan yang dibangun oleh kombinasi tanda – tanda, berdasarkan aturan, untuk menghasilkan makna (Walker, 1989).

Ketiga elemen objek arsitektur kawasan yang telah dibahas di sub pokok bahasan pertama diatas adalah sebagai elemen – elemen tanda yang mempunyai ekspresi tentang keberadaanya, fungsinya, dan kaitanya dengan unsur sekelilingnya. Elemen pertama adalah Gedung, berupa artefak fisik  paling utama yang bercerita tentang ekspresi dirinya yang mencerminkan fungsinya sebagai sebuah bangunan retail atau pertokoan. Bentuk arsitektur yang bergaya kolinial Belanda pada bangunan – bangunan hunian ini telah berubah, baik secara parsial, tempelan, atau pun keseluruhan.

 

 

 

Gambar 06. Ekspresi Bangunan pada Kawasan Jalan Riau

Sumber: Pribadi

Pada beberapa gambar diatas terlihat jelas bangunan – bangunan yang berada di kawasan tersebut sudah tidak mencerminkan sebuah ekspresi rumah tinggal lagi, walaupun ada beberapa arsitektur bergaya hunia kolonial yang masih dipertahankan. Dari ekspresi arsitektur bangunan- bangunan ini bila kita pecah lagi menjadi elemen – elemen lebih kecil dapat kita jelaskan sebagai berikut:

  1. Orientasi bangunan sangat jelas
  2. Bangunan tanpa pagar dengan lahan parkir yang luas
  3. Bangunan memiliki warna – warna yang cerah
  4. Dipenuhi dengan tulisan dan logo
  5. Bukaan fasad lebar

Maka dari temuan – temuan elemen bentuk diatas dapat disimpulkan ekspresi arsitektur bangunan pada kawasan jalan Riau: Sangat mengundang untuk disinggahi, menarik mata, tidak formil, dan unik.

Elemen kawasan yang kedua adalah Jalan Raya, dimana elemen ini menjadi unsur penyatu dalam sebuah lingkungan binaan. Jalan raya pada kawasan ini dilalui oleh kendaraan besar dan kecil dengan leluasa dari kedua arahnya. Area pedestrian berupa trotoar terbuat dari granit bakar  dan sebagain terbuat dari paving block dengan lebar sekitar 2 sampai 5 meter, membuat pejaalan kaki sangat nyaman dan leluasa.

  1. Jalan lebar, terawat dan bersih
  2. Area pedestrian lebar, terawat dan nyaman
  3. Terdapat beberapa fasilitas duduk di area pedestrian
  4. Lampu penerangan jalan didesain sangat artistic
  5. Tinggi trotoar relatif lantai dengan tinggi jalan raya
  6. Pada area –area tertentu jarang pepohonan

Dari uraian diatas tentang elemen jalan raya, dapat disimpulkan bahwa ekspresi jalan dan pedestrian di kawasan ini mengajak kita untuk bersantai menyusuri jalan sepanjang kawasan untuk menikmati lingkungan pertokoan dan restoran ini. Jalan raya ini seolah ingin menyatukan kedua belah sisi kiri dan kanan menjadi sebuah tempat yang nyaman dan aman untuk dinikmati para pejalan kaki layaknya sebuah shopping street.

Elemen ketiga dalam kawasan ini adalah Ruang Terbuka Hijau. Elemen ini diambil karena akan mewakili ekspresi kawasan tersebut dari sisi estetika, nilai ekonomis kawasan, dan keberpihakan stake holder pada kawasan tersebut. Dari temuan di lapangan, pada kawasan studi kasus jalan Riau  ini tidak terdapat ruang terbuka hijau sebagai sebuah tempat interaksi masyarakat dan kegiatan sosial lainnya. Ada sebuah taman kecil atau bisa dibilang juga sebuah median tengah jalan yang ditata lumayan asri dan sedap dipandang mata, tetapi taman kecil ini lebih terlihat sebagai sebuah penghijauan saja diantara padatnya bangunan retail dan restoran.

Dengan tidak hadirnya sebuah lahan terbuka hijau yang dapat menampung kegiatan sosial dan interkasi masyarakat pada sebuah kawasan,   dapat diartikan secara pragmatis bahwa lahan pada kawasan tersebut cukup mahal dari segi pemanfaatan ekonomi. Setiap jengkal lahan sangat bermanfaat sebagai lahan untuk dijadikan bangunan yang menghasilkan transaksi bisnis.

Absennya ruang terbuka hijau sebagai tempat interaksi sosial warga, mencerminkan bahwa kawasan ini bukan diperuntukan untuk warga Bandung dan sekitarnya menghabiskan waktu santainya di tempat ini, tetapi pemerintah murni menjadikan kawasan ini sebagai pusat perbelanjaan dan restoran bagi warga tertentu saja, misalkan wisatawan atau pun warga Bandung sendiri yang berniat berbelanja.

 

3. Paradigma Kawasan Jalan Riau dalam Bahasa Arsitektur

            Bahasa benar – benar sebuah fenomena yang luar biasa. Tanpanya, kehidupan manusia seperti yang kita kenal kini takkan terwujud. Tulisan yang terkandung bagai lautan tak berujung yang mencatat pemikiran manusia sepanjang masa, dan dapat kita akses jika kita mengetahui kode verbal yang tepat. Secara universal bahasa selalu memiliki kapasitas yang lebih dari kapasitas lain, membedakan manusia dari spesiel lain (Danesi, 2004).

            Kawasan jalan Riau yang tersusun dari elemen – elemen yang telah dijelaskan diatas merupakan sebuah susunan kode – kode yang menerangkan hakikatnya. Seperti halnya sebuah teks, dimana tulisan yang membentuk kata menjadi sebuah penanda, elemen arsitektur kawasan yang berupa bangunan, jalan, ruang terbuka hijau adalah sebuah penanda dalam struktur makna tempat yang akan kita pahami.

Dari setiap ekspresi tanda yang muncul dari elemen – elemen kawasan ini disusun menjadi sebuah prinsip tatanan yang membentuk struktur makna. Pemahaman terhadap sturktur dari elemen – elemen ini akan dipengaruhi oleh referensi kita terhadap wawasan alam, manusia, ideologi, sejarah,  dan budaya.

 

4. Interpretasi Makna Kawasan Jalan Riau

            Interpretasi makna kawasan jalan Riau  ini sebagai medium komunikasi arsitektur akan diurai dalam kerangka komunikasi dibawah ini :

  1. Who – Kawasan jalan Riau adalah sekolompok tipologi bangunan yang dapat dikatakan dengan bangunan yang becirikan bangunan komersial. Keseragaman fungsi ini memberikan keseragaman elemen pembentuk bangunan, tetapi karena bangunan – bangunan tersebut dibuat secara individu dengan penggayaan yang berbeda, seolah ingin menonjolkan karakter dirinya masing – masing. Dapat dikatakan kawasan ini dibangun berdasarkan idea kumulatif yang memiliki tujuan yang sama dengan jalan yang berbeda, dan pada akhirnya dibungkus oleh kesatuan bentuk jalan dan elemen pendukungnya menjadi sebuah kawasan yang bernuansa perbelanjaan yang unik.
  2. Say What – Dari ekspresi yang terakumulasi dari setaiap elemen ruang pada kawasan  ini, dengan bukaan bangunan yang lebar, jalan dan pedestrian yang nyaman, bangunan yang banyak ditempeli tanda berupa teks dan logo, dapat dikatakan ia mengkomunikasikan dirinya untuk dikunjungi baik oleh commuter atau pun masyarakat luar kota yang segaja berkunjung ke tempat tersebut.
  3. In Which Chanel –  Elemen bangunan yang memiliki bukaan yang lebar, lahan parkir luas, cat yang berwarna – warni, lampu jalan yang menarik, trotoar yang nyaman dan lebar, tersusun secara tegas dan lugas
  4. To Whom – Peminat wisata belanja
  5. Refer to What – Interpretasi kawasan ini sebagai sebuah kawsaan wisata belanja yang nyaman, unik dipengaruhi oleh referensi alam dan budaya belanja masyarakat modern.
  6. In Which Rules, Dalam tatanan struktur bangunan sebagai tanda primer, jalan dan ruang terbuka hijau sebagai tanda sekunder, menjadi sebuah prinsip tatanan yang membentuk makna kawasan tersebut.

 

 

CONCLUSION

Arsitektur adalah sebuah bahasa layaknya teks dalam setiap ungkapan kalimat yand dapat kita pahami dan maknai. Elemen arsitektur yang tersusun menjadi sebuah bentuk untuk adalah merupakan tanda – tanda dari sebuah ekspresi yang tersusun menjadi sebuah makna yang dikomunikasikan oleh perancangnya.

Idea – Medium – Meaning, dalam studi kasus ini dapat diterangkan secara berturut – turut  menjadi Retail Bussines – Commercial Building – Leasure & Fun. Walaupun merupakan kumpulan bangunan yang dirancang oleh arsitek dan pemilik yang berbeda, tetapi karena mempunyai idea yang sama, maka makna tempat tersebut dapat terbentuk secara utuh, sebagai sebuah kawasan perbelanjaan yang unik, nyaman dan berkesan.