Interior Rumah Tropis
Indonesia adalah alam yang kaya sekali dengan sinar matahari sepanjang tahun, sumber daya ini memberikan keuntungan yang banyak untuk kesuburan alam di bumi nusantara ini. Namun dibalik kekayaan sinar matahari ini kita membutuhkan tempat berteduh yang nyaman terhindar dari sinar matahari dan tentu saja terhindar juga dari suhu panas teriknya matahari. Dasar pemikiran inlah yang menjadikan kita sebagai desainer perancangan rumah tinggal untuk memberikan suasana hunian yang berwawasan lingkungan, yaitu hunian yang nyaman, penghawaan yang baik tanpa mengesampingkan faktor ekonomis dalam biaya rutin operasional rumah bulanan.
Dalam perancangan sebuah rumah tinggal, saya lebih mendahulukan konsep kenyamanan hunian dan sirkulasi interior yang optimal baru kemudian berlanjut ke tahap studi tampak eksterior rumah tersebut. Bukaan-bukaan yang lebar dan besar adalah ciri khas saya untuk memberikan cahaya matahari bisa masuk kedalam rumah secara maksimal dengan tentu saja tidak mengesampikan efek jatuhnya sinar matahari tersebut kedalam setiap ruangan. Studi pencahayaan siang hari ini dimaksimalkan untuk selalu mendapat cahaya matahari pagi, walaupun mungkin secara komposisi ruangan dan tapak rumah tinggal kadang menyulitkan karena saat ini tapak-tapak rumah diperkotaan sudah sangat padat dan otomatis tidak pernah ada jarak antar setiap kavling rumah.
Cahaya matahari yang banyak masuk kedalam ruangan otomatis akan suasana rumah yang lebih hangat dan kadang panas, hal ini harus diimbangi dengan pengolahan penghawaan yang maksimal pula. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan ruangan terasa lebih sejuk tanpa harus memboroskan biaya listrik dengan menyalakan AC. Bukaan untuk sirkulasi udara mulai dari area muka hingga belakang rumah harus lancar, hal ini dengan memberikan lubang-lubang angin pada dinding dan tinggi bangunan (floor to ceiling ) yang optimal.
Jika Kita memperhatikan rumah-rumah tinggal peninggalan jaman kolonial, kita akan melihat bahwa bangunan tersebut dibuat dengan atap plafond yang tinggi, rata-rata diatas 3 meter. Selain itu bangunan jaman kolinial memiliki atap yang lebih menjulang sehingga sirkulasi udara atau panas matahari dari genteng tidak terlalu dekat dengan plafond. Jendela yang lebar dan lubang angin pun pasti ada pada setiap ruangan.